Ketika pasar otomotif Indonesia masih ramai dengan perang diskon dan promo mobil murah, di China persaingan justru melaju ke level yang lebih futuristik, mobil tanpa sopir alias kendaraan otonom level 4 (L4) sudah nyaris jadi kenyataan.
Hal ini ditegaskan langsung oleh Lou Tiancheng, salah satu pendiri dan CTO Pony.ai startup mobil otonom asal China yang menyindir keras ambisi Tesla dalam menghadirkan Robotaxi.
Menurut Lou, Tesla belum layak disebut pemain serius dalam kendaraan otonom L4, karena belum mampu mengoperasikan armada besar tanpa sopir.
“Tesla belum duduk di meja L4,” ucap Lou, mengacu pada standar kendaraan otonom yang bisa berjalan tanpa pengemudi dan telah diuji publik secara luas.
Pony.ai, bersama Waymo (AS) dan Baidu (China), diklaim sebagai tiga perusahaan dunia yang sudah benar-benar mampu mengoperasikan kendaraan tanpa sopir di kota-kota besar.
Bahkan, Pony.ai sudah go public di Nasdaq pada akhir 2024 dan memiliki valuasi sekitar USD 4,5 miliar (sekitar Rp 73 triliun).
Di China, kendaraan otonom bukan sekadar uji coba. Beberapa armada sudah melayani publik secara terbatas, tanpa sopir dan tanpa intervensi manusia di jalan raya.
Lou menyebut pengembangan L4 membutuhkan waktu panjang, bahkan sampai tujuh tahun, karena harus memenuhi standar keselamatan dan keandalan sangat tinggi.
Di Indonesia, Harga Masih Raja
Meski Elon Musk baru saja meluncurkan prototipe Robotaxi di Texas, Lou menilai langkah Tesla masih jauh dari cukup.
Pengujian Tesla baru melibatkan sekitar 20 kendaraan, sementara standar untuk disebut “pemain L4” minimal memiliki 100 unit yang beroperasi penuh untuk publik.
Tesla juga memulai uji coba di Austin kota dengan kondisi lalu lintas yang relatif mudah. Strategi ini dianggap sebagai langkah awal yang terlalu konservatif jika dibandingkan dengan Pony.ai atau Baidu yang sudah beroperasi di lingkungan kompleks.
Sementara di China dan Amerika mobil tanpa sopir mulai masuk jalanan, di Indonesia pasar otomotif masih berputar di isu harga dan promo besar-besaran.
Pameran otomotif seperti GIIAS 2025 didominasi perang diskon dan cicilan ringan, dengan fokus pada mobil murah dan irit.
Teknologi canggih seperti mobil otonom masih jauh dari perbincangan konsumen. Bahkan, sistem bantuan pengemudi canggih (ADAS) pun masih jadi fitur mahal di segmen menengah ke bawah.
Masa Depan Tanpa Sopir
Lou juga menyinggung perbedaan mendasar antara teknologi L2 (seperti cruise control dan lane keeping) dengan L4. Menurutnya, L2 masih bergantung pada perhatian pengemudi, sementara L4 benar-benar bebas dari intervensi manusia selama berada di area operasionalnya.
Ia percaya mobil otonom akan mengubah total bentuk dan fungsi kendaraan, dari sekadar alat transportasi menjadi ruang bergerak yang nyaman, aman, dan sepenuhnya mandiri.
Ketika konsumen Indonesia masih fokus mencari mobil paling hemat dan promo paling besar, China dan Amerika sudah mulai bersaing menghadirkan mobil yang bisa menyetir sendiri.
Perbedaan arah ini menegaskan betapa jauhnya gap teknologi antara pasar berkembang dan pasar global yang sudah melangkah ke era kendaraan tanpa sopir.