Peningkatan Penggunaan Batu Bara di Tengah Perluasan Energi Terbarukan
Penggunaan batu bara di Cina mengalami peningkatan signifikan pada paruh pertama tahun 2025. Angka ini mencatat rekor tertinggi dalam sembilan tahun terakhir, meskipun kapasitas energi terbarukan terus berkembang pesat. Hal ini menunjukkan kontradiksi antara kebijakan pemerintah yang berupaya mengurangi emisi dan realitas industri energi yang masih bergantung pada sumber daya fosil.
Laporan yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) dan Global Energy Monitor (GEM) menyebutkan bahwa Cina telah mengoperasikan sekitar 21 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga batu bara selama enam bulan pertama tahun 2025. Angka ini menjadi yang terbesar dalam sembilan tahun terakhir. Selain itu, ada tambahan pembangkit baru dan pengaktifan kembali pembangkit lama dengan total kapasitas mencapai 46 GW. Sementara itu, proyek-proyek yang sedang dalam proses juga memiliki kapasitas hingga 75 GW.
Total produksi batu bara diperkirakan akan mencapai antara 80 hingga 100 GW pada tahun 2025. Meski demikian, batu bara hanya menyumbang sekitar 50% dari total produksi energi Cina, turun dari 75% pada tahun 2016. Cina, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, juga merupakan negara dengan tingkat emisi gas rumah kaca terbesar.
Energi Terbarukan Berkembang Pesat
Meski penggunaan batu bara meningkat, Cina juga terus memperluas kapasitas energi terbarukan. Dalam enam bulan pertama tahun 2025, kapasitas energi surya melonjak sebesar 212 GW. Tahun ini saja, Cina berada di jalur yang tepat untuk memasang energi terbarukan baru yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi gabungan Jerman dan Inggris.
Jerman, misalnya, menambahkan sekitar 20 GW energi terbarukan ke jaringan listriknya pada tahun 2024, sehingga totalnya mencapai 190 GW. Sementara itu, Cina akan menambahkan 500 GW energi angin dan matahari pada tahun 2025. Kebijakan ini membantu mengurangi emisi secara keseluruhan, dengan penurunan sebesar 1% dalam enam bulan terakhir dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, lonjakan penggunaan batu bara tetap menjadi ancaman bagi upaya Cina dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Menurut laporan CREA, pengembangan pembangkit listrik tenaga batu bara tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Hal ini membuat emisi tetap tinggi dan menjadikan batu bara sebagai bagian penting dari sistem energi Cina dalam beberapa tahun mendatang.
Kepentingan Batu Bara yang Kuat
Penulis laporan CREA menyatakan bahwa “kepentingan batubara yang kuat” dapat menghambat pengembangan energi terbarukan. Pembangkit listrik tenaga batu bara sering kali memiliki kontrak jangka panjang dan pembayaran kapasitas yang luas, sehingga memungkinkan mereka untuk tetap beroperasi dengan output tinggi.
Presiden Cina Xi Jinping pernah berjanji untuk “mengendalikan secara ketat” industri batu bara dan “menguranginya secara bertahap” antara tahun 2026 dan 2030. Namun, hingga saat ini, hanya 1 GW dari 30 GW yang diharapkan telah dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.
Target Iklim dan Rencana Masa Depan
Xi Jinping juga berencana mengumumkan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Cina, sebuah komitmen nasional untuk pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2035, sebelum KTT iklim COP30 di Brasil pada November. Rincian NDC tersebut diharapkan akan dirilis bersamaan dengan rincian Rencana Lima Tahun ke-15 Partai Komunis Cina (PKT) yang akan dikeluarkan dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan situasi ini, Cina berada di tengah tantangan besar: mengurangi emisi sambil tetap memenuhi permintaan energi yang meningkat. Kebijakan yang seimbang antara penggunaan batu bara dan pengembangan energi terbarukan akan menjadi kunci keberhasilan target iklim negara tersebut.